Dulu, waktu saya masih kecil, saya sempat merasa tidak
terima atas konstanta nama yang mereka alamatkan pada saya. Salmuasih. Nama macam
apa ini? Teman-teman saya namanya bagus-bagus, ada yang Novi, Doni, Dian, Eka,
Tika, Emi, Veli dan yang terpenting—yang membuat saya lebih tidak terima lagi—nama
mereka terdiri dari dua suku kata.Ya. Dua. Dua atau tiga suku kata. Itu hal
yang luar biasa. Bagi saya. Waktu itu.
Saya sempat berfikir, apakah orangtua saya ga pernah buka
google atau buka link namabayiimut.com atau namabayikeren.com atau apalah
*cerdas banget loe. gePLAK!.
Apakah sebegitu ndeso dan tidak kreatifkah
orangtua saya, sehingga terbersit untuk membuat nama yang terdiri dari “dua
suku kata” pun tidak. Bahkan akhir-akhir ini saya baru tahu bahwa, bukan mereka
yang memberi saya nama, tapi nenek saya. Pantes. Pantes banget. Nenek saya kan
referensinya ga banyak. Ga pernah buka internet, ga pernah ke perpus, ga pernah
baca majalah, ga pernah baca koran—tapi saya bersyukur karena nenek saya ga
pernah baca koran, jadi nama saya ga mirip sama nama koruptor, dan karena
beliau ga bisa membaca, tapi pinter banget kalo baca duit *yang ini nurun ke
saya :D*—
Beneran. Tapi ga tau kenapa nenek saya selalu jadi
referensi nama, kayak bank nama gitu, waktu itu sih. Nih ya, nama nama yang
sudah berhasil beliau ciptakan. Nama anak-anaknya Pak Kaspar à Kasmiasih, Kasirah,
Kasilah, eh, satunya lupa. Nama anak-anaknya Pak Kasikin à Kasturiyah, selebihnya ga
tau, ada 2 lagi. Nama anak-anak nya sendiri à
Kasno, Saesih, Samsiyah, Sarmugi, Saryani, Setiowati. Oya by the way, nenek ku
itu namanya Kasemi, empat bersaudara sama Kaspar, Kasikin dan Kasini. Unik ya,
kayak pantun gitu nama keluarganya. *tadi mau ngomongin apa sih?
Balik lagi ke topik utama. Nah ada lagi kejadian yang
membuat saya minder, ceritanya ada anak baru di kelas 3 SD, pindahan gitu. Dari
kota bro. Dari kota. Dari dulu kan saya emang pengen banget ke kota. Dia pindah
karena bapak ibunya udah ga ada, jadi disini dititipin gitu sama pamannya. Kalian
tahu namanya siapa? Riska. Riska R*siana S*larno. Namanya bagus bangeeeeett. Dan
S*larno adalah nama bapaknya. Kota banget kan? Secara orang kota kan kalo ngasih
nama, ada embel-embel nama keluarga di belakangnya. Pengeeeeen punya nama kayak
gitu. Tapi setelah saya coba untuk me-match-kan sedemikian rupa antara nama
saya dan nama bapak saya, ternyata emang ga cocok sama sekali kawan. *sudahlah
jangan bermimpi lagi nak..terimalah*
Setelah masuk SMP, kalian tahu? Ternyata nama teman-teman
SMP tuh lebih banyak lagi yang bagus. Ada Brian, Yosi, Febri, Okta, Nurul,
banyak deh. Tapi ada juga yang tidak terdengar bagus sih.. Apalagi setelah
masuk SMK, wuih! Teman-teman saya cewe semua! *ya iya lah, SMK Bismen..dan TIK*.
Trus apa hubungannya sama nama yang tadi? Sudahlahlah, intinya gitu. Oya intinya
saya sudah mulai bisa menerima nama yang identik dengan saya itu. Sekian. Belom
belooom..WOOIIII!!
Nah setelah saya kuliah, saya kan udah mulai dewasa tuh. Sudah
banyak belajar dari orang sekitar, dari lingkungan sekitar, dari rumput yg
bergoyang, pokoknya belajar dari apa saja, termasuk dari film *Gubrak! Bilang kek
dari tadi kalo kerjaaannya nonton!*
Jadi setelah saya telaah dengan sangat cermat dan
mendalam, tenyata nama Sal bukanlah nama yang memalukan. Dia melekat pada nama
anak seorang Angelina Jolie, nama pemeran pria di sebuah film Holywood yang
saya lupa judulnya, pada nama orang-orang Eropa—Salvatore, dll—, pada selokan
pengairan—SAL. Waduk bla bla bla—, pada tiang listrik—SAL.BUNTU— *Huks*
Ya intinya saya sudah menyadari bahwa nama saya keren dan
unik. Titik. Bye.. Ga boleh protes!
baru tahu deh isi kepala sal :D, ternyata "gokil" juga ya...
ReplyDelete