Wednesday, February 12, 2014

Tadaimaaa

Pulang ke kampung halaman selalu menjadi hal yang dinanti-nanti oleh semua perantau. Masakan rumahan yang khas, aroma kekeluargaan yang menentramkan, kerinduan yang membuncah yang walaupun perasaan itu akan menguap begitu saja setelah kita sampai di rumah. Itu pula yang saya rasakan kemarin lusa. Kesempatan untuk pulang tidak saya lewatkan begitu saja, walaupun diperkirakan hanya akan berada di rumah sekitar 18 sampai 20 jam. Tidak genap sehari semalam. Semua itu tak menyurutkan langkah untuk bersilaturrahim kepada orangtua, saudara dan tetangga.
Sampai di rumah, ada saja hal yang berbeda dari kepulangan sebelumnya. Dari mulai teman-teman yang kebanyakan sudah menikah, beberapa akan segera melangsungkan pernikahan, beberapa anaknya sudah mulai besar, beberapa masih galau, dan beberapa juga terkesan tidak peduli—saya termasuk di dalamnya—. Orang tua yang sudah mulai menampakkan tanda-tanda penuaan, garis wajah yang semakin teduh, yang seolah mengatakan “kau sudah besar Nak, kalianlah harapan kami..”.

Agenda menengok orangtua memang sudah seharusnya dijadikan agenda rutin. Harus disempatkan. Tidak boleh diabaikan. Jangan hanya karena sudah mampu membelikan ini itu, mentransfer sejumlah uang kepada mereka, lalu kita berhak mengabaikan mereka dan hanya menengok jikalau sempat saja. Yang entah berapa tahun sekali baru sempat. Orangtua akan merasa senang luar biasa jika anak-anaknya yang dari jauh pulang, hanya untuk melihat keadaan mereka, sekedar untuk bermanis manja group, ya, sekedar untuk mencicipi masakan rumah. Walaupun tanpa membawa tentengan, atau hanya buah tangan sekedarnya. Oleh-oleh sehat saja sudah cukup membuat mereka bahagia.

Terdengar terlalu tulus memang. Tapi begitulah adanya. Itulah ketulusan mereka. Sampai selevel itu. Ibu saya selalu memasak semua menu yang saya suka tiap kali saya pulang. Semuanya. Dari mulai appetizer, main course, dessert, semuanya. Walaupun saya hanya memakan semuatnya perut, tapi yang beliau masak banyak sekali. Jangan heran, karena ini adalah ekspresi kebahagiaan seorang ibu ketika menyambut kepulangan anaknya.
Walaupun dengan segala kepayahan, dengan tangan yang sudah mulai gemetar ketika memegang pisau atau ulekan, para ibu akan mencurahkan segala kasih sayangnya melalui apapun yan bisa mereka sajikan untuk anak-anak tercinta. Mungkin dengan hasil ulekan yang sudah tidak terlalu halus, dengan rasa masakan yang sudah tidak lagi sama dengan yang biasa dimasaknya dulu karena beberapa bumbu yang sudah tidak diingatnya lagi atau takaran yang sudah tidak pas. Tapi semua itu sungguh ungkapan kasih sayang yang tiada ternilai, yang hanya bisa kita hargai dengan bakti dan doa kita kepada mereka.
Jogja-Denpasar, 11 Februari 2014

2 comments:

  1. ow ow ow... cocwiiit... tp emang gitu sih adanya

    ReplyDelete
  2. Insyaallah point2 ceritanya jd sebuah do'a Mb.
    Izin nempel blognya di blogs.jashtis.org

    ReplyDelete