Sunday, January 19, 2014

akhir tahun 2013

Akhir tahun 2013, tepatnya hari Sabtu tanggal 28 Desember 2013 jam 18.30, tiga orang gadis tersesat di jalan  berbukit di tengah hutan. Walaupun hutan lindung dan letaknya masih terhitung dekat dengan perkampungan warga, tapi suasana mencekam khas hutan terasa sangat kentara. Sunyi. Dingin. Suara jangkrik terdengar begitu jelas. Angin berhembus pelan. Sesekali terdengar suara kendaraan bermotor di kejauhan, semakin mendekat,
melewati kami tanpa bertegur sapa dan akhirnya kembali menjauh. Suasana kembali sunyi. Dalam keadaan seperti ini aku selalu memikirkan hal-hal menakutkan, khas film horor *aku termasuk salah satu orang yang dengan senang hati menjadi korban kebrutalan persuasi iklan, sinetron, dan film*. Kami sangat bersyukur karena tepat diatas dua motor kami berhenti, ada seonggok lampu jalan yang sinarnya menyinari duniaaa *maaf nyasar ke ayat lain.. eh emang lagi muroja’ah hafalan?*. Beberapa menit kemudian, kami masih duduk mematung diatas motor kami, berusaha menghubungi 911. Bukan. Menghubungi orang yang berjanji akan menjemput kami. Setiap kali terdengar suara kendaraan bermotor dari kejauhan, kami selalu berharap bahwa itulah orang yang akan menjemput kami. Tapi setiap kali harapan itu menguap ke tutup periuk, menjadi embun, dan terjatuh kembali menjadi harapan *sekalian mengulang pelajaran IPA*.
Setelah menunggu lumayan tidak lama, datang sebuah motor Vixion merah beserta pengemudinya *syukurlah itu bukan Ghost Rider*. Legaa rasanya karena kami segera dipandu untuk menuju ke lokasi acara. Ya acara Jambore Mahasiswa Muslim yang diadakan adek-adek angkatan. Seperti biasa kami diundang sebagai sosok yang diseniorkan oleh mereka. Berharap mereka akan merasa tenang karena ada yang bisa dimintai pertimbangan dan melerai jika sampai terjadi perkelahian sampai cakar-cakaran *maklum nyamuk di hutan kan biasanya banyak*.
Sabtu malam sebelum isya kami sampai ke lokasi yang dimaksud. Aku sudah pernah ke tempat ini sebelumnya, tapi maklum ya, kan women can’t read map kata Allan dan Barbara Pease *Fix. Alibi semata..!*. Sampai disana kami langsung sholat maghrib dilanjut isya. Alhamdulillah masih keburu  maghribnya. Terus dengan semena-mena makan hasil masakan adek-adek yang sudah dengan segenap jiwa raga mencurahkan keahlian masaknya, mendedikasikannya untuk para peserta, dan tak lupa senior mereka tercinta. * :D narsis kronis..*
Malam itu.. *tsah!* ada penyampaian materi selepas isya, bobok, dan ada renungan malam untuk putri. Jadi kami dibangunin gitu sekitar jam 01.00 dini hari, renungan, evaluasi diri selama setahun silam, motivasi untuk harus lebih baik di tahun mendatang, ya gitu. Dilanjutkan sholat malam dan sholat shubuh berjama’ah. Nah untuk putra, mereka ada jurik malam, jadi mereka bangun sekitar 00.30, terus diuji mental dan aqidahnya, lari-lari, ditakut-takuti, pokoknya menguji fisik dan mental deh..
Paginya , di hari Ahad yang cerah, kami jalan-jalan menyusuri bukit menuju ke sebuah waduk dekat situ, namanya Waduk Sermo. Jaraknya sekitar 20-30 menit jalan kaki. Dan enaknya jalan disini sudah beraspal, jadi aman dilewati walaupun berbukit dan kadang turun. Kami berangkat jam 05.00 pagi, tapi sudah lumayan terang dan menenangkan untuk kami, serombongan akhwat. Udara bersih sangat terasa disini, kendaraan bermotor juga hanya satu dua yang lewat. Waduk Sermo masih terlelap, permukaannya masih mengeluarkan semacam uap tertimpa sinar matahari pagi. Tapi yang paling OWESOME adalah... tebing yang membendung si waduk. Tinggi bangeeeeet. Kira-kira setinggi gedung bertingkat 5 lantai. DAAAAN kami harus menuruninya. Kebayang ga sih?? Disana ada tangga, tapi cuma separo jalan, abis itu kami harus turun tebing dengan kemiringan sekitar 600 itu tanpa alat bantu apapun. Apapun. Hanya mengandalkan insting dan positive thinking kepada Allah SWT. Disana hanya ada batu, sejauh mata memandang yang ada hanyalah batu. Batu yang jika kita salah menginjak, dia bisa tergelincir dan mengenai teman di bawah kita. Bisa dibayangkan?? Tidak ada P3K, apalagi mobil ambulance. Nyaliku ciut. Tapi berkat teman-teman yang dengan sengaja merendahkan harga diriku sebagai akhwat “pethakilan”, kubesarkan hatiku, kuyakinkan diriku bahwa tidak akan terjadi apa-apa. Walhasil, aku sampai dibawah dengan selamat pemirsah! Satu saat kita memang harus direndahkan untuk bisa menguatkan diri dan membuktikan pada dunia BAHWA kita bisa. *sok bijak loe..!*
Legaaaa rasanya bisa sampai bawah dengan kondisi badan masih utuh *loe pikiir?!*, tapi beneran jantung seakan ketinggalan satu step diatas dan langsung balik setelah sampai di bawah. After that, kami melanjutkan perjalanan pulang yang menanjak. Dengan semangat fifty-fifty antara ingin segera sampai atau berhenti untuk istirahat ditempat dan sedikit mengeringkan keringat. Tapi akhirnya kami putuskan untuk terus berjalan, gontai tapi pasti. Akhirnya kami sampai di tempat kami berangkat tadi. Duduk. Napas kembang kempis. Tapi senyum tetap tersungging *ceileeeh..*. Lanjut bersih-bersih, biar seger lagi untuk ke agenda selanjutnya. Selesai bersih-bersih ada yang aneh. Ternyata adek-adek peserta tak ada satupun yang membersihkan diri. Katanya masih ada agenda berkotor-kotoran jadi mereka baru akan mandi setelahnya.
Sarapan pagi itu kami disuguhi sebongkah singkong yang direbus dengan gula merah, hmmmmm yummi.. Enak. Khas sajian pedesaan. Perut sudah terisi, saatnya beraksi ke agenda selanjutnya. Game dengan beberapa pos. Ternyata hanya ada 3 pos.Diawali dengan pos—namanya apa ya?—pokoknya ada jaring laba-laba buatan dari rafia, dimana setiap item peserta harus melewati space yang berbeda. Jadi kalau sudah dilalui anggota yang lain, tidak boleh dilalui lagi. Jika anggotanya banyak, acara panjat-memanjatpun harus dilakukan demi melalui space yang berlainan. Lanjut ke pos 2. Setelah semua peserta meninggalkan pos jaring laba-laba, aku dan seorang teman berinisiatif untuk menyusul, dengan jarak yang agak jauh dengan peserta, dengan hanya mengandalkan pesan dari panitia bahwa “ikuti rafia biru yang dipasang di pepohonan atau apapun”, kami berjalan dengan penuh kepercayaan diri sembari ngobrol ngalor ngidul. Ah, itu dia rafia biru, diikatkan di batang pohon kayu putih. Ternyata batang pohon kayu putih, kulit bagian luarnya yang sudah agak mengering sangat mudah dikelupas dan empuk, semacam gabus tipis berlapis-lapis *ceritanya latar game kami ini adalah hutan kayu putih yang sesekali bisa ditemukan ladang singkong, berumpun-rumpun bambu, semak setinggi pinggang, beberapa pohon jati, dan tentunya nyamuk—yang terakhir ini paling bikin keki—*. Lanjut perjalanan, masih setia ngobrol, dapat lagi rafia biru, dipasang membentuk pita di semak di persimpangan jalan setapak. Karena jalan ke arah kanan sepertinya tidak mungkin *atas dasar berbagai pertimbangan absurd yang kami berdua sepakati*, maka kami putuskan untuk mengambil jalan ke kiri. Kami terus berjalan, belum menemukan lagi rafia biru, masih ngobrol dengan penuh kepercayaan diri. Terus berjalan, tanpa tanda-tanda rafia biru, agak bimbang. Kami berjalan lebih jauh lagi, masih ngobrol dan sedikit tertawa kecil agak besar *eh? Maksudnya? Sudahlah..*, melewati ladang kecil milik petani, dengan jalan semakin sempit dan tidak ada tanda-tanda kehidupan, ada firasat nyasar. Tapi perjalanan tetap kami lanjutkan, berharap rafia biru akan muncul secara random, dari arah yang tak disangka-sangka. AAAAAAAAAAAA TIDAAAAAK!! Ternyata kami sampai di bibir jurang. Fix. Kami nyasar. Putar baliiiiik!! Kami yang kali ini tanpa kepercayaan diri lagi —dengan bangga—membodoh-bodohkan diri sendiri kembali ke jalan awal. Berusaha mencari rafia biru yang benar. Karena ternyata ada banyak sekali rafia, kertas, tulisan, dan ntahlah, banyak sekali tanda yang dipasang di daerah ini. Masih dengan harapan bahwa rafia biru akan muncul secara random, tapi kali ini kami lebih banyak menggunakan akal sehat. Daaan TARAAAAA!! Kami menemukannya. Ternyata jalannya bukan ke arah bawah seperti yang kami tempuh tadi, tapi ke arah atas. Jalan dengan rafia biru bertengger dikanan kiri kami. Dengan kepercayaan diri yang kembali penuh, kami melangkah menuju pos selanjutnya. Singkat cerita game selesai.
Selesai game, makan siang, kali ini dengan porsi luar biasa banyak yang tidak sanggup dihabiskan. Sayang sekali karena terpaksa harus membuang sisa makan siang. Selanjutnya kami membersihkan tempat untuk segera menutup acara dan pulang. Acara ditutup dengan upacara ala jambore. Kami bertiga sebagai undangan berinisiatif untuk membariskan diri diantara peserta. Selesai upacara penutupan, saatnya pulaaaang.. Tak lama berselang, truk penjemput datang. Panitia segera dengan cekatan memuat barang-barang bawaan kedalamnya. Panitia dan peserta putri dibawa serta didalam truk, sedangkan pantia putra pulang dengan motor, termasuk kami bertiga dan seorang panitia putri lainnya. Jalanan sudah tidak terlalu macet, sehingga kami dengan lancarnya pulang.
Akhir tahun yang berkesan. Semoga lebih baik lagi di tahun 2014 untuk kita semua.. aamiin.
Maaf ceritanya agak absurd..

3 comments:

  1. Update lg mb,
    tidak begitu absurb, kurang rapi sj...
    tempat beberapa punggawa jg di http://blogs.jashtis.org/

    ReplyDelete
  2. Wah, ada satu adegan haru yang terlewatkan... dan baru tau belakangan ini. hehe

    ReplyDelete